Artikel
Tantangan dan Peluang Ekonomi Syariah di Era New Normal
- Di Publikasikan Pada: 22 Apr 2022
- Oleh: Admin
Setiap tahun Program Studi Magister
Hukum Ekonomi Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya menyelenggaran
agenda Conferrence untuk mahasiswa yang telah menyelesaikan sidang tesis guna mempersiapkan
untuk publishing jurnal di justisia ekonomika yaitu
proceeding milik Program Studi Magister Hukum Ekonomi Syariah yang sudah
mempunyai ranking di tingkat nasional yaitu SINTA 4 sebagai bagian dari
prasyarat kelulusan dan output dari Magister Hukum Ekonomi Syariah.Pada 5th Annual
Conferrence on Islamic Economics, Law, and Education dengan temaFacing
Challenges and Opportunities on Islamic Economic in New Nomal Era yang
diselenggarakan bertempat di Mercure Hotel 13 Agustus 2020 mengundang beberapa
narasumber yang berkompeten di bidangnya, diantaranya Dr. Suhartono, S.Ag, SH.,
MH. Sebagai Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Gresik dan perwakilan dari Bank
Indonesia yang menjabat sebagai Asisten Deputi, Bu (saya lupa namanya pak).
Diawali pemateri dari perwakilan Bank
Indonesia yang menjelaskan tentang bagaimana eksposure dan dampak dari
Implikasi Covid 19 terhadap Makroekonomi serta langkah dan respon kebijakan
dari Bank Indonesia selaku Bank Sentral secara Moneter, beliau memaparkan bahwa
terjadi kontraksi atau pelemahan pada perekonomian global yang diakibatkan dari
pandemi COVID-19. Selain itu, mobilitas pelaku Ekonomi yang belum kembali
normal sejalan penerapan protokol kesehatan turut menahan aktivitas Ekonomi.
Perkembangan ini menyebabkan efektivitas berbagai stimulus kebijakan yang
ditempuh dalam mendorong pemulihan ekonomi di banyak negara maju dan negara
berkembang termasuk Tiongkok, menjadi terbatas. Sejumlah indikator ekonomi
global menunjukkan permintaan yang lebih lemah, ekspektasi pelaku ekonomi yang
masih rendah, serta permintaan ekspor yang tertahan sampai Juni 2020. Sejalan
dengan permintaan global yang lebih lemah tersebut, volume perdagangan dan
harga komoditas dunia juga lebih rendah dari perkiraan semula dan menurunkan
tekanan inflasi global. Lambatnya pemulihan ekonomi dunia serta kembali
meningkatnya tensi geopolitik AS-Tiongkok menaikkan ketidakpastian pasar
keuangan global, yang selanjutnya menahan berlanjutnya aliran modal ke negara
berkembang dan kembali menekan nilai tukar negara berkembang, termasuk
Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi nasional pada
triwulan II 2020 mengalami kontraksi, -5.23% secara tahunan. Namun perkembangan
terkini Juni 2020 menunjukkan perekonomian mulai membaik seiring relaksasi PSBB,
meskipun belum kembali kepada level sebelum pandemi COVID-19. Ketahanan sektor
eksternal ekonomi Indonesia tetap baik, didukung defisit transaksi berjalan
triwulan II 2020 yang diprakirakan tetap rendah. Nilai tukar Rupiah tetap
terkendali sesuai dengan fundamental, seiring inflasi yang tetap rendah dan
mendukung stabilitas perekonomian. Kondisi likuiditas dan suku bunga pasar uang
tetap memadai ditopang strategi operasi moneter Bank Indonesia. Stabilitas
sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko dari dampak meluasnya penyebaran
COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati. Kelancaran Sistem
Pembayaran, baik tunai maupun nontunai, juga tetap terjaga.
Sinergi ekspansi moneter Bank Indonesia
diperkuat dengan akselerasi stimulus fiskal Pemerintah dalam mendorong
pemulihan ekonomi nasional. Sinergi tersebut termasuk peran Bank Indonesia
untuk pendanaan APBN 2020 melalui pembelian SBN dari pasar perdana, baik
berdasarkan mekanisme pasar maupun secara langsung (private placement)
sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia
masing-masing tanggal 16 April 2020 dan 7 Juli 2020. Sinergi kebijakan moneter
dan fiskal tersebut sebagai bagian upaya bersama untuk mempercepat implementasi
program Pemulihan Ekonomi Nasional, dengan tetap menjaga stabilitas
makroekonomi.
Atas pertimbangan berbagai asesmen
tersebut, Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 15-16 Juli 2020 memutuskan untuk
menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,00%,
suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,25%, dan suku bunga Lending
Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75% ujar ibu Elly Silitonga. Keputusan ini
konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang
terjaga dan sebagai langkah lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi di masa
pandemi COVID-19. Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai nilai
fundamental dan mekanisme pasar akan terus dilanjutkan, di tengah masih
berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global. Selanjutnya untuk mendorong
pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi COVID-19, Bank Indonesia lebih
menekankan pada penguatan sinergi ekspansi moneter dengan akselerasi stimulus
fiskal Pemerintah, dengan berkomitmen untuk melakukan pendanaan atas APBN 2020
melalui pembelian SBN dari pasar perdana, dan berbagi beban untuk mempercepat
pemulihan UMKM dan korporasi. Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi
langkah-langkah kebijakan dengan Pemerintah dan KSSK untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan. Selain itu, Bank Indonesia juga terus
mempercepat digitalisasi sistem pembayaran untuk percepatan implementasi
ekonomi dan keuangan digital sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi.
Selanjutnya pemateri ke dua
yaitu Dr. Suhartono, S.Ag., SH., M.H. selaku Ketua Pengadilan Agama Wilayah
Gresik dimana beliau menyampaikan terkait urgensi dan pentingnya wawasan serta
keilmuan Hukum Ekonomi Syariah dalam menyelesaikan sengketa yang bersifat
perdata di ranah Pengadilan Agama, semakin berkembangnya pola transaksi di
masyarakat dan digitalisasi pada wilayah transaksi akad/perjanjian
terkait dengan jual-beli ataupun yang lainnya, maka semakin banyak kajian kajian aspek Hukum Ekonomi Syariah yang harus
dilakukan secaa komprehensif, beliau menyampaikan bahwa saat ini Hakim
Pengadilan Agama harus memiliki sertifikasi Ekonomi Syariah untuk memutuskan
perkara yang bersifat transaksional Ekonomi Syariah dan itu berada pada wilayah
Pengadilan Agama, maka dari itu peluang bagi lulusan Program Studi Magister
Hukum Ekonomi Syariah sangat terbuka lebar untuk menjadi praktisi atau ahli
bahkan menjadi lawyer dan hakim pada wilayah sengketa Ekonomi
Syariah dikarenakan berkembangnya dan terjadi banyak kasus yang melalui pola
transaksional berdasarkan Ekonomi Syariah yang harus ditangani oleh keahlian
tertentu saja (Baca: Keahlian Hukum Ekonomi Syariah-red)